I. Definisi dan Fungsi HPS (Harga Perkiraan Sendiri)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah sebuah instrumen penting dalam proses pengadaan barang dan jasa pemerintah. Secara sederhana, HPS didefinisikan sebagai estimasi harga yang wajar untuk suatu paket pengadaan yang disusun berdasarkan perhitungan rasional, memperhatikan spesifikasi teknis, volume kebutuhan, serta harga pasar terkini. HPS bersifat tidak mengikat, namun sangat menentukan arah dan kualitas proses pengadaan, mulai dari tahap perencanaan hingga evaluasi penawaran.
Penyusunan HPS dilakukan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebelum proses tender atau pemilihan penyedia dimulai. HPS menjadi alat ukur bagi panitia pemilihan untuk menilai kewajaran harga penawaran yang diajukan peserta pengadaan. Tanpa HPS yang akurat, proses evaluasi harga akan bersifat subjektif dan berpotensi menyebabkan inefisiensi anggaran.
Fungsi utama HPS antara lain:
- Menjadi Batas Atas Penawaran Sah
Dalam proses evaluasi penawaran, harga penawaran yang melebihi HPS dinyatakan gugur secara otomatis. Dengan demikian, HPS berperan sebagai batas atas atau plafon harga untuk memastikan bahwa penawaran dari penyedia tidak melampaui estimasi kewajaran harga. - Mencegah Predatory Pricing dan Mark-Up Harga
Predatory pricing merujuk pada strategi penawaran harga yang terlalu rendah dengan tujuan memenangkan tender secara tidak sehat, yang sering kali berujung pada kegagalan pelaksanaan kontrak karena penyedia tidak mampu memenuhi kualitas atau kuantitas sesuai kesepakatan. Sebaliknya, mark-up harga terjadi ketika harga penawaran sangat tinggi dari harga wajar. HPS berfungsi sebagai penyeimbang untuk mencegah kedua ekstrem tersebut. - Menjamin Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran
Dengan HPS yang disusun berdasarkan metode yang sistematis dan data yang dapat diverifikasi, proses pengadaan menjadi lebih transparan. Pihak internal maupun eksternal dapat melakukan pengawasan terhadap kewajaran harga dan proses evaluasi, sehingga menciptakan akuntabilitas yang kuat dalam pengelolaan anggaran negara. - Menjadi Dasar Audit Internal dan Eksternal
Dalam audit pengadaan oleh Inspektorat, BPK, atau BPKP, salah satu aspek yang diperiksa adalah kewajaran dan keabsahan HPS. HPS yang terdokumentasi dengan baik menunjukkan bahwa proses perencanaan anggaran dilakukan secara cermat, berbasis data, dan tidak sewenang-wenang. Hal ini melindungi PPK dari potensi temuan audit atau bahkan konsekuensi hukum.
Dengan memahami peran penting HPS, setiap satuan kerja pemerintah perlu menempatkannya sebagai dokumen strategis, bukan sekadar formalitas administratif. Keakuratan HPS akan berbanding lurus dengan efisiensi dan efektivitas belanja negara atau daerah.
II. Landasan Hukum dan Kebijakan
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bukan hanya praktik administratif, melainkan sebuah kewajiban hukum yang diatur secara eksplisit dalam berbagai regulasi perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dasar hukum ini memberikan legitimasi dan kerangka operasional bagi setiap pejabat pengadaan untuk menyusun HPS secara akuntabel dan profesional.
Berikut beberapa regulasi kunci yang menjadi landasan hukum penyusunan HPS:
- Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021
Perpres ini adalah regulasi induk pengadaan di Indonesia. Di dalamnya, secara tegas disebutkan bahwa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) wajib menyusun HPS sebelum pelaksanaan pemilihan penyedia. Penyusunan HPS harus didasarkan pada data hasil survei pasar, katalog elektronik, harga kontrak sebelumnya, atau metode pembanding lain yang relevan. Selain itu, Perpres ini menekankan bahwa HPS harus bersifat terbuka namun tetap menjamin kerahasiaan sampai batas waktu yang ditentukan dalam proses pengadaan. - Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/BMD)
PP ini menyinggung pentingnya pengadaan barang/jasa yang efisien dan transparan sebagai bagian dari manajemen aset negara. HPS yang akurat mendukung pengadaan barang milik negara yang sesuai nilai manfaat dan wajar secara harga. - Peraturan LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)
LKPP sebagai lembaga yang berwenang menetapkan kebijakan teknis pengadaan, mengeluarkan sejumlah peraturan turunan seperti Perlem LKPP tentang Pedoman Penyusunan HPS, serta kebijakan integrasi sistem pengadaan elektronik (SPSE) dan e-katalog. Di dalamnya diatur metode pengumpulan data harga, tata cara menghitung komponen biaya, serta pendekatan estimasi harga satuan. LKPP juga menekankan pentingnya pembuktian rasionalitas HPS melalui dokumentasi sumber data dan metode kalkulasi. - Instruksi dan Peraturan Kementerian Teknis
Kementerian Keuangan, Kementerian PPN/Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri turut memberikan arahan melalui instruksi atau peraturan internal untuk memastikan bahwa anggaran yang direncanakan memiliki dasar perhitungan yang kuat. Misalnya, dalam penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA), usulan belanja harus disertai justifikasi HPS sebagai dasar perencanaan keuangan.
Dengan fondasi hukum yang komprehensif ini, setiap pelaku pengadaan wajib memahami bahwa menyusun HPS secara asal-asalan atau tanpa basis data yang valid bukan hanya tindakan ceroboh, tetapi juga berpotensi menimbulkan kerugian negara dan konsekuensi hukum yang serius.
III. Metodologi Penyusunan HPS
Menyusun Harga Perkiraan Sendiri (HPS) bukan sekadar menghitung harga satuan kali volume. HPS yang baik harus mencerminkan harga pasar terkini, spesifikasi teknis yang tepat, dan memperhitungkan variabel eksternal seperti lokasi, waktu pengadaan, hingga risiko perubahan harga. Oleh karena itu, diperlukan metodologi yang sistematis dan dapat dipertanggungjawabkan.
Berikut adalah langkah-langkah utama dalam menyusun HPS secara metodologis:
- Analisis Kebutuhan Teknis
Langkah awal adalah memahami spesifikasi barang/jasa yang akan diadakan, volume kebutuhan, serta karakteristik teknis lainnya. Analisis ini biasanya dilakukan bersama Tim Teknis dan dituangkan dalam dokumen spesifikasi teknis. Tanpa pemahaman yang menyeluruh atas kebutuhan, estimasi harga menjadi tidak akurat. Misalnya, pengadaan komputer dengan spesifikasi tinggi tentu berbeda jauh dari komputer standar, baik dari segi harga maupun vendor penyedia. - Studi Pasar Primer
Merupakan kegiatan mengumpulkan data harga secara langsung dari pelaku pasar, seperti vendor lokal, distributor resmi, atau produsen. Studi ini bisa dilakukan dengan cara meminta penawaran (quotation), survei harga langsung di lapangan, atau wawancara dengan pelaku usaha. Teknik ini penting untuk memperoleh gambaran riil tentang fluktuasi harga yang terjadi di pasaran. - Studi Pasar Sekunder
Studi ini dilakukan dengan cara mengakses sumber harga yang telah tersedia secara online atau terdokumentasi, seperti:- Katalog elektronik (e-katalog) LKPP.
- Data historis kontrak pengadaan tahun-tahun sebelumnya.
- Dokumen harga satuan dari instansi sejenis.
- Laporan survei harga bahan pokok dari BPS atau instansi lain.
Kombinasi antara studi primer dan sekunder memberikan sudut pandang yang lebih komprehensif untuk menyusun estimasi harga yang wajar.
- Benchmarking
Teknik ini digunakan dengan membandingkan harga pengadaan serupa yang dilakukan oleh instansi lain dalam waktu yang berdekatan. Benchmarking sangat berguna untuk mengetahui posisi harga yang berlaku umum serta menghindari anomali yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Namun, perlu diperhatikan bahwa kondisi geografis, vendor lokal, serta skala pengadaan juga memengaruhi hasil benchmarking. - Penetapan Margin Toleransi
Dalam dunia nyata, harga pasar tidak bersifat statis. Oleh karena itu, penetapan margin toleransi menjadi penting. PPK biasanya menetapkan toleransi harga sebesar 5% hingga 10% dari hasil estimasi sebagai bentuk mitigasi risiko atas fluktuasi harga. Misalnya, harga bahan bakar, logistik, atau komponen elektronik dapat berubah drastis dalam waktu singkat. - Dokumentasi Perhitungan
Semua perhitungan, asumsi, dan sumber data yang digunakan dalam menyusun HPS wajib didokumentasikan secara tertulis. Dokumen ini menjadi bukti penting dalam audit, serta bisa digunakan sebagai referensi dalam pengadaan serupa di masa mendatang. Idealnya, dokumen perhitungan mencantumkan: metode pengumpulan data, ringkasan harga dari berbagai sumber, perhitungan margin, serta justifikasi pemilihan harga akhir.
Sebagai penutup, penyusunan HPS yang metodologis tidak hanya meningkatkan akurasi anggaran, tetapi juga memperkuat transparansi dan menghindarkan instansi dari potensi sanggahan maupun temuan audit. Oleh karena itu, keterampilan menyusun HPS perlu dimiliki oleh setiap PPK dan pelaku pengadaan lainnya sebagai bagian dari kompetensi profesional.
IV. Sumber Data dan Teknik Survei Harga
Penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang akurat sangat bergantung pada kualitas dan keberagaman sumber data harga yang digunakan. Semakin luas dan terkini sumber yang digunakan, semakin valid pula estimasi harga yang dihasilkan. Oleh karena itu, teknik survei harga perlu dilaksanakan secara menyeluruh, menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.
- e-Katalog Nasional dan Daerah
e-Katalog merupakan sumber harga yang paling mudah diakses dan terstandar. Di dalamnya tercantum produk dan jasa yang sudah melalui proses pemilihan penyedia oleh LKPP maupun dinas pengadaan tingkat daerah. Data dalam e-Katalog mencakup harga satuan, spesifikasi, nama penyedia, dan informasi tambahan lainnya. Karena sudah melalui verifikasi, data ini sering digunakan sebagai patokan awal dalam penyusunan HPS. Namun, penggunaannya tetap harus disesuaikan dengan kondisi riil di lapangan, karena harga e-Katalog bisa berbeda dengan harga aktual tergantung lokasi, waktu pengadaan, atau volume permintaan. - Market Research Online
Situs e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, hingga portal B2B seperti Ralali, Indotrading, dan Alibaba dapat menjadi sumber informasi harga pasar yang cepat dan dinamis. Meskipun bukan sumber resmi, situs-situs ini mencerminkan tren harga aktual yang bisa dimanfaatkan untuk cross-check terhadap data katalog. Untuk memastikan keakuratan, harga dari marketplace harus dibandingkan dengan produk sejenis dan penyedia dengan reputasi baik, serta memperhatikan apakah harga tersebut sudah termasuk pajak, biaya pengiriman, dan garansi. - Tender Corr dan LPSE
Tender Corr atau hasil tender dari LPSE (Layanan Pengadaan Secara Elektronik) berbagai instansi menjadi data historis penting untuk memahami tren harga dalam pengadaan pemerintah. Hasil evaluasi penawaran dari tender-tender sebelumnya mengandung informasi harga pemenang, harga penawaran awal, dan data teknis lainnya. Dokumen ini membantu benchmarking dan memperkuat validitas HPS yang akan disusun. - Kunjungan Lapangan dan Observasi Harga
Untuk barang atau jasa tertentu, terutama yang belum masuk dalam e-Katalog atau bersifat sangat lokal, survei langsung ke lokasi menjadi pilihan paling akurat. Misalnya untuk pengadaan bahan bangunan, peralatan pertanian, atau jasa konstruksi di wilayah terpencil. Kunjungan lapangan memungkinkan tim survei mengamati kondisi stok barang, biaya pengiriman, dan variasi harga antar penyedia lokal. - Wawancara Vendor dan Penyedia
Diskusi langsung dengan calon penyedia bisa memberikan insight tentang struktur harga, potensi diskon berdasarkan volume pembelian, serta faktor lain seperti garansi atau waktu pengiriman. Wawancara juga bisa mengungkap informasi yang tidak tertulis, seperti fluktuasi harga bahan baku atau kebijakan diskon dalam kondisi tertentu. Namun demikian, penting menjaga netralitas dan tidak menimbulkan kesan keberpihakan pada vendor tertentu. - Data Historis Kontrak Sebelumnya
Kontrak-kontrak sebelumnya bisa digunakan sebagai basis untuk perhitungan HPS saat ini, terutama jika lingkup pekerjaan, lokasi, dan kondisi pasar tidak berubah secara signifikan. Namun demikian, data historis harus dikalibrasi terhadap inflasi, perubahan kebijakan fiskal, serta fluktuasi nilai tukar atau harga bahan pokok, agar tetap relevan dengan kondisi terkini.
Dengan memadukan berbagai teknik dan sumber ini, penyusunan HPS akan lebih terstruktur, terverifikasi, dan mencerminkan realitas pasar sesungguhnya.
V. Tips Praktis dan Trik Detil
Penyusunan HPS yang efektif tidak hanya membutuhkan data yang lengkap, tetapi juga kecermatan dalam mengelola dan menganalisisnya. Berikut adalah beberapa tips dan trik teknis yang dapat diterapkan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) maupun Tim Pengadaan:
- Gunakan Multiple Source
Selalu gunakan minimal tiga sumber harga yang berbeda untuk setiap jenis barang/jasa yang akan diadakan. Ini memungkinkan triangulasi data dan mencegah bias akibat data tunggal. Misalnya, satu sumber dari e-Katalog, satu dari hasil survei lapangan, dan satu dari tender sebelumnya. Dengan pendekatan ini, penyusunan HPS tidak hanya objektif, tetapi juga bisa dipertanggungjawabkan secara administratif. - Pertimbangkan Total Cost of Ownership (TCO)
Harga beli bukan satu-satunya komponen biaya. Dalam pengadaan barang seperti komputer atau kendaraan, misalnya, harus diperhitungkan juga biaya instalasi, pemeliharaan, pelatihan, dan disposal di akhir masa pakai. TCO memberi gambaran menyeluruh atas pengeluaran yang akan ditanggung pemerintah selama siklus hidup barang tersebut. - Perhitungkan Biaya Tersembunyi
Pengadaan di daerah terpencil seringkali melibatkan ongkos kirim yang tinggi. Selain itu, bea masuk untuk barang impor dan pajak pertambahan nilai harus dicantumkan secara eksplisit dalam HPS. Apabila aspek ini diabaikan, pengadaan bisa gagal karena selisih harga aktual jauh di atas HPS yang ditetapkan. - Manfaatkan Bulk Discount
Jika volume barang besar, manfaatkan potensi diskon skala ekonomi. Hal ini bisa diperoleh dengan menggabungkan paket pengadaan dari beberapa unit kerja atau menjadwalkan pembelian dalam satu batch besar. Diskusi dengan vendor saat survei bisa membuka potensi penghematan biaya. - Sertakan Asumsi Harga
Dokumen HPS perlu mencantumkan asumsi penyusunan harga, seperti kondisi pasar saat survei, kurs mata uang jika barang impor, serta sumber data yang digunakan. Ini penting sebagai dasar pembelaan ketika ada audit atau sanggahan, serta untuk memahami konteks perubahan harga di masa mendatang. - Re-check Sebelum Finalisasi
Validasi ulang data harga sangat dianjurkan, terutama jika terjadi jeda waktu lebih dari dua minggu antara survei dan penyusunan HPS. Pasar sangat dinamis, terutama untuk sektor seperti bahan bangunan, logistik, dan alat elektronik. Tanpa verifikasi ulang, HPS bisa menjadi tidak relevan saat digunakan. - Gunakan Software Pendukung
Spreadsheet seperti Microsoft Excel atau Google Sheets bisa dioptimalkan dengan formula otomatis, tabel pivot, dan grafik untuk memudahkan perbandingan harga. Untuk pengadaan besar, bahkan bisa menggunakan aplikasi manajemen harga seperti CostOS, Cleo, atau modul khusus dalam Sistem Informasi Manajemen Pengadaan (SIMPeL) yang terintegrasi dengan e-procurement.
Dengan menerapkan tips-tips praktis ini, proses penyusunan HPS menjadi lebih efisien, terdokumentasi dengan baik, dan siap diaudit.
VI. Mengelola Fluktuasi Harga
Salah satu tantangan terbesar dalam penyusunan HPS adalah ketidakpastian harga barang dan jasa akibat fluktuasi pasar. Faktor penyebabnya bisa berasal dari kenaikan harga bahan baku, kurs valuta asing, perubahan regulasi, atau bencana alam. Oleh karena itu, HPS yang baik harus fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan dinamika tersebut.
- Update Berkala
Untuk pengadaan jangka panjang atau proyek multi-tahun, revisi HPS secara berkala wajib dilakukan, idealnya setiap triwulan. Revisi ini mengacu pada data harga terbaru dan laporan pasar. Perubahan signifikan dalam kondisi pasar harus segera direspons untuk menjaga akurasi anggaran dan mencegah kekurangan dana saat pelaksanaan. - Addendum Harga dalam Kontrak
Tambahkan klausul revisi HPS dalam kontrak pengadaan jika terjadi keadaan luar biasa (force majeure), seperti pandemi, gempa, atau perubahan drastis harga komoditas global. Klausul ini memungkinkan negosiasi ulang harga berdasarkan bukti objektif dan menghindari konflik kontraktual antara penyedia dan pengguna anggaran. - Contract Escalation Clause
Untuk pengadaan seperti jasa konstruksi atau barang yang bergantung pada bahan baku impor, sebaiknya kontrak mencantumkan skema price escalation. Skema ini memberikan ruang bagi penyesuaian harga berdasarkan indeks tertentu (misalnya BPS, Bank Indonesia, atau harga patokan internasional). Dengan demikian, penyedia tetap dapat menjalankan kewajibannya meskipun terjadi kenaikan biaya produksi. - Hedging Komoditas Strategis
Pada sektor tertentu seperti pengadaan BBM, pupuk, atau bahan makanan pokok, pemerintah bisa mempertimbangkan strategi hedging atau proteksi harga lewat kontrak jangka panjang atau kesepakatan volume tetap. Meski umumnya dilakukan pada tingkat kementerian/lembaga besar, pendekatan ini relevan diterapkan untuk pengadaan bernilai besar dan strategis. - Binding Price Quote dari Vendor
Salah satu cara mitigasi risiko fluktuasi harga adalah dengan meminta binding price quote dari vendor sebagai bagian dari survei. Artinya, harga yang ditawarkan dalam survei bersifat mengikat selama periode tertentu (misalnya 30 hari), asalkan volume dan spesifikasi tidak berubah. Ini memberikan dasar yang kuat bagi penyusunan HPS dan sekaligus mempersingkat waktu negosiasi saat tender.
Dengan strategi-strategi tersebut, penyusun HPS bisa lebih siap menghadapi ketidakpastian harga dan menjaga keberlangsungan pelaksanaan pengadaan secara efisien dan akuntabel.
VII. Tantangan Umum dan Solusi
Dalam praktik penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), terdapat berbagai tantangan yang kerap dihadapi oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pokja, maupun tim teknis pengadaan. Tantangan-tantangan ini tidak hanya bersifat teknis, tetapi juga menyangkut dinamika pasar, perubahan regulasi, serta keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, penting untuk memahami secara sistematis tantangan-tantangan ini dan mengidentifikasi solusi yang realistis serta dapat diterapkan di lapangan.
1. Data Pasar Terbatas
Tantangan paling mendasar dalam penyusunan HPS adalah keterbatasan akses terhadap data harga pasar yang valid, mutakhir, dan representatif. Banyak sektor pengadaan yang belum memiliki benchmark harga yang terbuka, terutama untuk barang/jasa yang tergolong khusus, langka, atau spesifik daerah.
Solusi: Salah satu solusi efektif adalah dengan memanfaatkan data dari portal asosiasi industri. Misalnya, dalam pengadaan konstruksi, harga satuan dari asosiasi seperti GAPENSI atau INKINDO dapat dijadikan referensi yang cukup kredibel. Untuk pengadaan farmasi atau alat kesehatan, asosiasi penyedia alat kesehatan nasional juga biasanya memiliki katalog harga yang bisa diakses. Selain itu, kerjasama dengan unit lain di instansi yang pernah melakukan pengadaan serupa juga dapat memperkaya basis data harga.
2. Variasi Kualitas Produk
Harga barang atau jasa sangat dipengaruhi oleh kualitasnya. Dua produk yang memiliki fungsi serupa bisa memiliki selisih harga signifikan karena perbedaan spesifikasi teknis, merek, sertifikasi, atau layanan purna jual.
Solusi: Untuk menghindari kekeliruan dalam perbandingan harga, spesifikasi teknis yang disusun harus mengandung indikator kualitas yang jelas, termasuk merek referensi jika diperbolehkan, standar nasional/internasional, dan jaminan layanan. Selain itu, penyertaan sampel dalam proses verifikasi juga sangat membantu dalam memastikan bahwa HPS benar-benar mengacu pada kualitas yang diinginkan, bukan hanya harga termurah.
3. Ketidakpastian Regulasi Daerah
Di beberapa daerah, terutama pada pengadaan barang yang dikenakan pajak daerah tertentu (seperti retribusi bongkar muat, izin usaha lokal, dan sebagainya), terjadi perbedaan signifikan dalam perhitungan HPS akibat perbedaan regulasi atau interpretasi hukum.
Solusi: Untuk mengantisipasi hal ini, PPK dan Pokja dapat melakukan koordinasi awal dengan Biro Hukum atau instansi teknis daerah, guna memastikan bahwa seluruh komponen biaya diperhitungkan dengan benar. Dengan pemahaman yang tepat terhadap regulasi lokal, penyusunan HPS akan lebih akurat dan meminimalkan potensi sengketa atau revisi di kemudian hari.
4. Teknologi yang Cepat Berubah
Dalam sektor teknologi informasi, alat kesehatan, dan perangkat elektronik, perubahan teknologi sangat cepat. HPS yang disusun enam bulan lalu bisa jadi sudah tidak relevan pada saat tender dilaksanakan, baik karena harganya sudah berubah, barangnya sudah discontinued, atau muncul produk baru dengan harga yang lebih efisien.
Solusi: Alih-alih fokus pada merek atau model tertentu, penyusunan HPS dalam sektor teknologi harus lebih menitikberatkan pada spesifikasi fungsional. Artinya, fokus pada apa yang harus bisa dilakukan oleh produk tersebut, bukan pada siapa produsennya. Dengan demikian, berbagai produk dari penyedia berbeda tetap bisa dibandingkan secara apple-to-apple, meskipun teknologinya berbeda.
VIII. Studi Kasus
Studi kasus menjadi alat yang sangat berguna untuk memahami implementasi nyata dari teori dan prinsip-prinsip penyusunan HPS. Berikut dua contoh studi kasus yang menggambarkan keberhasilan dan kegagalan dalam menyusun HPS:
1. HPS Optimal di Proyek Infrastruktur Jalan Tol
Pada tahun 2023, sebuah instansi pusat yang menangani pembangunan jalan tol nasional berhasil menghemat anggaran sebesar 12% tanpa mengurangi kualitas pekerjaan. Keberhasilan ini dicapai karena tim pengadaan menggunakan pendekatan survei harga yang sistematis.
Mereka tidak hanya mengandalkan data e-Katalog, tetapi juga mengombinasikan lima sumber harga: katalog nasional, data tender sebelumnya, wawancara dengan vendor lokal, observasi lapangan di lokasi proyek, dan data historis dari proyek terdahulu. Selain itu, tim teknis juga memastikan bahwa spesifikasi material (aspal, batu split, besi tulangan) mengacu pada standar mutu nasional, sehingga penawaran dari penyedia bisa dibandingkan secara adil.
Keberhasilan ini membuktikan bahwa HPS bukan sekadar angka administratif, tetapi dapat menjadi instrumen strategis untuk efisiensi anggaran nasional.
2. HPS Gagal di Pengadaan IT
Berbeda halnya dengan instansi Y, yang pada tahun yang sama melaksanakan pengadaan perangkat IT untuk sekolah-sekolah negeri. Dalam menyusun HPS, tim hanya mengacu pada satu sumber harga online dari sebuah marketplace nasional. Akibatnya, HPS yang ditetapkan terlalu rendah dibanding harga pasaran yang sebenarnya, terutama karena harga di marketplace belum termasuk biaya instalasi dan pelatihan.
Dampaknya, dari total 20 paket pengadaan, 15 di antaranya gagal tender karena tidak ada penyedia yang mau menawar atau semua penawaran melebihi HPS. Proyek pun mengalami keterlambatan realisasi anggaran hingga harus melakukan revisi Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan menetapkan ulang HPS berdasarkan data yang lebih lengkap.
Studi kasus ini menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam penyusunan HPS, termasuk verifikasi biaya tersembunyi dan konfirmasi ke lapangan, bukan hanya mengandalkan harga katalog atau data daring.
IX. Rekomendasi dan Kesimpulan
Berdasarkan uraian seluruh bagian artikel ini, penyusunan HPS bukanlah pekerjaan rutin administratif semata, melainkan sebuah proses strategis yang memerlukan data, analisis, penilaian teknis, dan kehati-hatian kebijakan. Oleh karena itu, sejumlah rekomendasi dapat dirumuskan untuk memperkuat praktik penyusunan HPS yang efektif:
1. Standarisasi Proses HPS
Diperlukan SOP nasional yang mengatur tahapan penyusunan HPS secara sistematis, mulai dari teknik survei harga, format pelaporan, hingga dokumentasi. Standarisasi ini akan memudahkan pembinaan dan audit, serta menjamin keseragaman mutu pengadaan di seluruh Indonesia.
2. Capacity Building
Instansi pemerintah perlu secara rutin mengadakan pelatihan teknis penyusunan HPS, termasuk pengenalan metode TCO, teknik survei harga digital, serta pengenalan teknologi dan software HPS. Pelatihan ini sebaiknya wajib diikuti oleh PPK, staf teknis, serta anggota Pokja.
3. Integrasi Teknologi
Pemerintah dapat mendorong pengembangan aplikasi e-HPS, yaitu perangkat lunak berbasis data terbuka yang dapat membantu menyusun HPS berbasis database harga aktual, asumsi biaya, dan simulasi fluktuasi. Dengan dukungan teknologi, proses menjadi lebih efisien, akurat, dan terdokumentasi dengan baik.
4. Sinergi Stakeholder
Penyusunan HPS sebaiknya tidak dilakukan secara tertutup oleh satu pihak saja, tetapi perlu melibatkan pengguna barang/jasa, teknisi lapangan, bagian keuangan, serta reviewer hukum. Sinergi ini akan memperkaya kualitas data dan memperkecil risiko terjadinya HPS yang tidak realistis.
Penutup
Menetapkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang efektif adalah seni perpaduan antara ketelitian teknis dan kebijakan publik. Ia bukan sekadar angka formalitas, melainkan cerminan dari akuntabilitas, efisiensi, dan integritas pengadaan itu sendiri.
Dengan pendekatan yang sistematis, penggunaan berbagai sumber data, teknik survei yang akurat, serta mitigasi risiko fluktuasi harga, HPS dapat menjadi alat strategis dalam mendorong pengadaan yang tepat sasaran dan tepat anggaran. Seiring meningkatnya kompleksitas pengadaan, peran HPS sebagai pondasi perencanaan akan semakin krusial, dan karenanya harus terus diperkuat dengan inovasi, pelatihan, dan integritas.