Hukum Kontrak dalam Pengadaan

I. Pendahuluan

Pengadaan barang/jasa (PBJ) adalah proses perolehan barang atau jasa yang dilaksanakan oleh entitas pemerintah maupun perusahaan swasta. Pada sektor publik, pengadaan harus mematuhi berbagai peraturan perundangan dan prinsip tata kelola negara, sedangkan di sektor swasta, fleksibilitas dan efisiensi menjadi prioritas utama. Perbedaan ini muncul karena latar belakang tujuan organisasi: pemerintahan bertanggung jawab kepada publik dan penggunaan anggaran rakyat, sedangkan perusahaan swasta fokus pada keuntungan dan kepuasan pelanggan. Dengan memahami perbedaan ini, pelaku pengadaan dapat mengambil pelajaran lintas sektor untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas.

II. Kerangka Regulasi dan Kebijakan

A. Pengadaan Pemerintah

Landasan Hukum:

Pengadaan barang dan jasa pemerintah di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat dan berlapis. Di tingkat undang-undang, terdapat:

  • UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menetapkan bahwa pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
  • UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menegaskan bahwa pejabat pemerintah wajib mengelola aset dan belanja negara sesuai dengan aturan.
  • PP No. 12 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, mengatur pengadaan barang/jasa dalam lingkup pemerintah daerah.
  • Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 (beserta perubahannya dalam Perpres No. 12 Tahun 2021) merupakan regulasi operasional utama mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah.
  • Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yang memberikan petunjuk teknis operasional pelaksanaan pengadaan, termasuk penggunaan sistem SPSE (Sistem Pengadaan Secara Elektronik).
Prinsip Utama:

Seluruh kegiatan pengadaan pemerintah harus dijalankan berdasarkan enam prinsip fundamental, yaitu:

  • Efisien: Menggunakan sumber daya secara optimal.
  • Efektif: Tepat sasaran, sesuai kebutuhan pengguna akhir.
  • Transparan: Terbuka bagi pengawasan publik.
  • Adil dan Tidak Diskriminatif: Memberi peluang yang sama kepada semua pelaku usaha.
  • Akuntabel: Dapat dipertanggungjawabkan secara administratif dan hukum.
  • Kewajaran Harga: Berdasarkan harga pasar wajar, menghindari mark-up atau harga yang tidak masuk akal.
Keterbukaan Informasi:

Sebagai bagian dari reformasi birokrasi dan keterbukaan publik, seluruh paket pengadaan wajib dipublikasikan secara terbuka di:

  • Rencana Umum Pengadaan (RUP) pada awal tahun anggaran.
  • Portal SPSE dan LPSE, termasuk dokumen tender, berita acara, dan pengumuman pemenang.

Transparansi ini ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan publik dan memperluas partisipasi penyedia dari berbagai latar belakang, termasuk UMK dan koperasi.

B. Pengadaan Swasta

Peraturan Internal:

Berbeda dengan pemerintah, pengadaan di sektor swasta tidak wajib tunduk pada Perpres, namun tetap memerlukan kerangka kebijakan internal yang kuat. Banyak perusahaan menetapkan:

  • Prosedur Operasional Standar (SOP) internal.
  • Code of Conduct Procurement untuk memastikan etika kerja.
  • Kepatuhan pada ISO 20400 (pengadaan berkelanjutan), ISO 9001 (manajemen mutu), atau sertifikasi industri lainnya.
Prinsip Utama:

Tujuan pengadaan di perusahaan swasta lebih diarahkan untuk mendukung kelincahan operasional dan nilai kompetitif. Prinsip yang dominan meliputi:

  • Kecepatan dan Efisiensi Operasional.
  • Fleksibilitas untuk beradaptasi dengan kondisi pasar.
  • Cost Saving sebagai prioritas strategis.
  • Value Creation: Fokus pada nilai tambah yang diberikan vendor.
Kerahasiaan dan Keamanan Data:

Berbeda dengan sektor publik yang menekankan keterbukaan, sektor swasta sering kali menempatkan kerahasiaan (confidentiality) sebagai hal utama. Beberapa praktik umum:

  • Tidak semua proses dilelang terbuka, hanya vendor terundang yang diberi akses.
  • Dokumen pengadaan disimpan dengan Non-Disclosure Agreement (NDA).
  • Informasi strategis, seperti harga target atau struktur pasokan, hanya diakses tim terbatas.

III. Tahapan Perencanaan dan Persiapan

A. Pengadaan Pemerintah

Identifikasi Kebutuhan:

Proses dimulai dari penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) oleh masing-masing unit kerja. Tahap ini mencakup:

  • Analisis kebutuhan program.
  • Klarifikasi apakah barang/jasa tersebut baru, perpanjangan, atau pengganti.
  • Konsultasi lintas bidang, termasuk perencanaan, keuangan, dan teknis.
Spesifikasi Teknis:

Spesifikasi harus disusun secara:

  • Rinci: Termasuk parameter kualitas, dimensi, standar kinerja, dan parameter mutu.
  • Tidak mengarah merek: Untuk menjaga netralitas kompetisi.
  • Mengacu pada standar nasional/internasional: Seperti SNI atau ISO.
  • Diperiksa dan disetujui oleh Tim Teknis dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen).
Analisis Harga Perkiraan Sendiri (HPS):

HPS bukan hanya estimasi kasar, tapi hasil dari:

  • Survei harga pasar lokal dan nasional.
  • Data historis kontrak sejenis.
  • Referensi harga satuan dari e-Katalog atau Harga Satuan Regional.
Rencana Umum Pengadaan (RUP):

RUP wajib diumumkan paling lambat akhir bulan Januari setiap tahun anggaran. Komponen penting dalam RUP:

  • Nama paket dan lokasi.
  • Nilai pagu anggaran.
  • Jadwal pelaksanaan dan metode pemilihan penyedia.
  • Penanggung jawab paket.

RUP menjadi dasar transparansi dan membuka kesempatan penyedia untuk mempersiapkan diri sejak awal.

B. Pengadaan Swasta

Business Case & ROI:

Pengadaan swasta sangat memperhitungkan:

  • Analisis kelayakan ekonomi dan strategis.
  • Return on Investment (ROI) dari barang/jasa yang akan dibeli.
  • Market Research untuk membandingkan solusi terbaik (make or buy analysis).

Biasanya hasil kajian ini disusun dalam bentuk Business Case Document untuk persetujuan manajemen.

Spesifikasi & SOW (Scope of Work):

Pengadaan swasta relatif lebih fleksibel. Penekanan lebih diarahkan pada:

  • Deliverable akhir, bukan detail teknis berlebihan.
  • Service Level Agreement (SLA) sebagai tolok ukur kualitas layanan.

SOW umumnya dibuat oleh unit teknis, dan dapat dinegosiasikan dengan vendor.

Budgeting Internal:

Proses budgeting swasta sangat tergantung pada:

  • Arus kas perusahaan.
  • Proyeksi pendapatan.
  • Rencana ekspansi bisnis.

Approval budgeting dapat bersifat sentral (oleh CFO) atau desentral (oleh masing-masing unit, tergantung nilai proyek).

Vendor Database & Pre-qualification:

Swasta cenderung mengelola vendor list secara ketat. Tahapan pre-qualification meliputi:

  • Verifikasi legalitas dan keuangan.
  • Penilaian kinerja sebelumnya.
  • Rating mutu dan kecepatan pengiriman.

Hanya vendor dalam daftar pendek (shortlist) yang diundang ikut proses selanjutnya.

IV. Metode Pemilihan Penyedia

A. Pengadaan Pemerintah

Berikut adalah metode resmi yang digunakan pemerintah:

  1. Tender Terbuka
    • Metode paling umum.
    • Terbuka untuk semua penyedia yang memenuhi persyaratan kualifikasi.
    • Wajib untuk nilai paket besar di atas threshold tertentu.
  2. Tender Terbatas
    • Digunakan jika hanya terdapat sedikit penyedia yang memiliki kemampuan spesifik.
    • Penyedia dipilih dari daftar pendek hasil prakualifikasi.
  3. Penunjukan Langsung
    • Diperbolehkan untuk:
      • Kebutuhan mendesak seperti bencana.
      • Barang/jasa dengan hak paten atau hanya diproduksi oleh satu pihak.
      • Nilai di bawah batas tertentu (misal pengadaan langsung < Rp200 juta).
  4. Seleksi Langsung
    • Digunakan untuk pengadaan konsultansi jasa perseorangan atau badan usaha kecil.
    • Cenderung sederhana, tapi tetap melalui evaluasi teknis dan harga.
  5. e-Purchasing (e-Katalog)
    • Pembelian berbasis katalog elektronik LKPP.
    • Tidak perlu proses tender, cukup memilih produk dan penyedia.
    • Diterapkan untuk barang umum seperti alat tulis, laptop, atau kendaraan.

Setiap metode melalui tahapan berjenjang: pengumuman, evaluasi dokumen administrasi, teknis, harga, klarifikasi, dan penetapan pemenang. Keberatan peserta ditangani melalui mekanisme sanggahan.

B. Pengadaan Swasta

Perusahaan swasta menggunakan pendekatan yang lebih adaptif, seperti:

  1. Request for Proposal (RFP)
    • Undangan resmi kepada vendor terpilih untuk mengajukan proposal teknis dan komersial.
    • Umum digunakan untuk proyek TI, konsultansi, atau desain konstruksi.
  2. Request for Quotation (RFQ)
    • Permintaan penawaran harga untuk barang standar.
    • Umumnya untuk barang rutin dengan spesifikasi jelas.
  3. Negotiated Procurement
    • Vendor diundang langsung dan dinegosiasi tanpa kompetisi terbuka.
    • Cocok untuk proyek rahasia, strategis, atau kondisi pasar khusus.
  4. Reverse Auction
    • Lelang terbalik berbasis sistem digital.
    • Vendor bersaing menurunkan harga serendah mungkin untuk memenangkan kontrak.
  5. Vendor Managed Inventory (VMI)
    • Pemasok diberi wewenang mengatur stok barang di gudang klien.
    • Meningkatkan efisiensi dan mengurangi risiko stock-out.

Pengadaan swasta lebih fleksibel dalam hal pemilihan metode, dengan waktu siklus yang cenderung lebih cepat. Evaluasi teknis dan harga dilakukan secara internal dan bersifat tertutup.

V. Pengelolaan Kontrak

A. Pengadaan Pemerintah

Pengelolaan kontrak dalam pengadaan pemerintah bersandar pada prinsip transparansi, akuntabilitas, dan kepatuhan terhadap regulasi LKPP. Dokumen kontrak menjadi instrumen hukum utama yang dirancang dengan menggunakan template baku dari LKPP, yang memuat rincian teknis seperti spesifikasi barang/jasa, jadwal pelaksanaan, rincian harga, jenis dan jumlah jaminan yang disyaratkan, serta ketentuan sanksi atas pelanggaran.

Ini bertujuan untuk menjaga kesetaraan posisi hukum antara pemerintah dan penyedia. Jaminan pelaksanaan menjadi elemen wajib dalam kontrak pemerintah, biasanya sebesar 5-10% dari total nilai kontrak. Jaminan ini diberikan dalam bentuk bank garansi yang dikeluarkan oleh lembaga keuangan resmi, dan akan dicairkan jika penyedia gagal melaksanakan kontrak sesuai ketentuan.

Addendum kontrak dalam pengadaan pemerintah hanya diperbolehkan untuk perubahan substansial yang disebabkan oleh keadaan mendesak atau force majeure, atau jika terdapat revisi Rencana Umum Pengadaan (RUP). Proses addendum juga harus didokumentasikan dan disetujui sesuai hierarki pengambilan keputusan yang berlaku. Dana retensi sebesar 5% biasanya ditahan oleh pemerintah hingga masa pemeliharaan selesai sebagai jaminan mutu hasil pekerjaan. Setelah penyedia menyelesaikan pekerjaan dan masa pemeliharaan berakhir tanpa temuan, dana retensi akan dicairkan.

B. Pengadaan Swasta

Dalam dunia swasta, pengelolaan kontrak cenderung lebih fleksibel dan adaptif terhadap dinamika proyek. Salah satu praktik umum adalah penggunaan Master Service Agreement (MSA), yaitu kontrak kerangka jangka panjang yang mencakup ketentuan umum kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat.

Untuk setiap proyek atau pekerjaan spesifik, diterbitkan Work Order (WO) atau Purchase Order (PO) sebagai turunan dari MSA. Performance Bond atau jaminan kinerja juga diterapkan, tetapi besarannya dan bentuknya bervariasi tergantung pada tingkat risiko proyek. Perusahaan swasta memiliki keleluasaan lebih dalam menyesuaikan bentuk jaminan dengan ekspektasi mitigasi risiko mereka.

Liquidated Damages (LD) adalah bentuk sanksi keterlambatan yang umumnya telah disepakati sebelumnya secara fleksibel. Berbeda dengan sanksi administratif yang ketat di pengadaan pemerintah, dalam pengadaan swasta LD bisa dinegosiasikan ulang, tergantung konteks proyek dan hubungan bisnis jangka panjang. Sistem pembayaran berbasis milestone juga sangat umum digunakan. Pembayaran dilakukan secara bertahap berdasarkan pencapaian pekerjaan yang terukur. Sistem ini membantu menjaga arus kas penyedia dan mendorong penyelesaian tepat waktu.

VI. Pengawasan dan Evaluasi

A. Pengadaan Pemerintah

Pengawasan dalam pengadaan pemerintah bersifat menyeluruh, berlapis, dan wajib. Monitoring berkala dilakukan melalui site visit ke lokasi pekerjaan, rapat koordinasi rutin, dan pelaporan progres berkala yang harus disampaikan oleh penyedia kepada Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Semua aktivitas dicatat dalam log proyek sebagai dokumentasi audit. Audit dilakukan baik secara internal oleh Inspektorat Jenderal maupun secara eksternal oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan lembaga pengawasan lain. Audit tidak hanya menilai penggunaan anggaran, tetapi juga kesesuaian pelaksanaan kontrak dengan spesifikasi dan output yang disepakati.

Setelah pekerjaan selesai, dilakukan evaluasi pasca-kerja untuk menilai kinerja penyedia berdasarkan parameter waktu, mutu, biaya, dan kepuasan pengguna akhir. Hasil penilaian ini dimasukkan dalam database kinerja penyedia yang dikelola oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Jika terdapat sengketa, Layanan Penyelesaian Sengketa PBJ (LPS-PBJ) dapat difungsikan sebagai forum penyelesaian resmi yang mengedepankan prinsip penyelesaian administrasi sebelum litigasi.

B. Pengadaan Swasta

Dalam sektor swasta, pengawasan kontrak lebih mengandalkan pada sistem Supplier Performance Management (SPM), di mana kinerja vendor dinilai menggunakan scorecard dan Key Performance Indicators (KPI) yang telah disepakati. Penilaian ini tidak hanya untuk pengawasan, tapi juga untuk membangun hubungan jangka panjang. Selain itu, Quality Assurance (QA) dan Quality Control (QC) diterapkan secara intensif oleh tim internal atau pihak ketiga, tergantung pada jenis industri. Uji mutu ini berlangsung di sepanjang siklus proyek, bukan hanya saat serah terima.

Untuk manajemen kontrak secara menyeluruh, perusahaan swasta banyak yang menggunakan Contract Lifecycle Management (CLM), yaitu sistem digital yang membantu dalam tracking, pelaporan, dan peringatan otomatis terhadap tenggat waktu atau kewajiban kontraktual. Jika terjadi sengketa, penyelesaian biasanya dilakukan melalui mediasi atau arbitrase, sesuai perjanjian awal. Litigasi dijadikan pilihan terakhir karena memakan waktu dan biaya.

VII. Tantangan dan Risiko

A. Pengadaan Pemerintah

Pengadaan pemerintah kerap dihadapkan pada tantangan serius. Korupsi dan kolusi masih menjadi ancaman nyata, dengan modus seperti pengaturan pemenang tender atau mark-up harga. Pencegahan membutuhkan sistem pengendalian internal yang kuat dan pengawasan masyarakat sipil.

Birokrasi yang lamban juga menjadi hambatan, di mana proses perencanaan hingga pencairan anggaran memakan waktu yang panjang karena kompleksitas administrasi. Hal ini mengganggu kelancaran proyek. Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak akurat sering terjadi karena keterbatasan data pasar atau kemampuan estimasi teknis yang lemah dari pihak pemerintah. HPS yang meleset menyebabkan kegagalan lelang atau pemborosan anggaran.

Selain itu, SDM pengadaan seperti PPK dan Pokja seringkali kekurangan tenaga ahli bersertifikat yang memiliki pengalaman teknis. Hal ini berpengaruh pada mutu evaluasi dan pengelolaan kontrak.

B. Pengadaan Swasta

Sektor swasta pun tidak luput dari tantangan. Fluktuasi harga pasar, terutama dalam industri konstruksi dan manufaktur, dapat merusak margin keuntungan proyek. Untuk itu, kontrak perlu memasukkan klausul eskalasi harga. Kerahasiaan data dan kepatuhan terhadap regulasi industri seperti GDPR di Eropa atau standar ISO juga menjadi tantangan, terutama dalam pengadaan lintas negara atau teknologi tinggi.

Hubungan vendor yang terlalu dekat bisa menimbulkan konflik kepentingan. Di sisi lain, vendor yang tidak loyal atau gagal performa juga menjadi risiko dalam rantai pasok jangka panjang. Manajemen arus kas sangat krusial. Ketika klien terlambat membayar, perusahaan dapat mengalami tekanan likuiditas yang berakibat pada keterlambatan proyek lainnya.

VIII. Praktik Terbaik

Untuk memperbaiki sistem pengadaan baik di sektor pemerintah maupun swasta, sejumlah praktik terbaik dapat diadopsi. Salah satunya adalah benchmarking lintas sektor. Pemerintah dapat belajar dari efisiensi proses swasta, sementara swasta dapat meniru transparansi dan akuntabilitas publik.

Pemanfaatan teknologi digital seperti e-Procurement, blockchain untuk verifikasi transaksi, dan kecerdasan buatan (AI) untuk evaluasi penawaran dapat mengurangi kesalahan manusia dan mempercepat proses. Peningkatan kapasitas SDM pengadaan merupakan faktor kunci. Pelatihan berkelanjutan, sertifikasi profesi, dan workshop tematik harus menjadi agenda rutin agar pengelola pengadaan dapat mengikuti perkembangan. Kolaborasi antara pemerintah dan swasta melalui skema Public-Private Partnership (PPP) juga terbukti efektif untuk pengadaan infrastruktur dan layanan publik yang kompleks.

Kolaborasi ini menyatukan sumber daya, kompetensi, dan pembagian risiko. Selain itu, pengadaan ramah lingkungan (green procurement) menjadi tren global yang mendorong pemilihan penyedia berdasarkan aspek sosial dan ekologis, tidak hanya berdasarkan harga terendah. Praktik ini mendukung keberlanjutan dan tanggung jawab sosial dalam jangka panjang.

IX. Kesimpulan

Pengadaan pemerintah dan swasta memiliki tujuan yang sama: memenuhi kebutuhan organisasi. Namun, perbedaan regulasi, metode, serta prioritas antara efisiensi vs transparansi menciptakan dinamika yang unik di masing-masing sektor. Dengan memahami kelebihan dan kelemahan kedua model, entitas pemerintah dapat mencontoh praktik inovatif swasta untuk mempercepat proses tanpa mengabaikan akuntabilitas.

Sebaliknya, perusahaan swasta dapat mengadopsi prinsip keterbukaan publik untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder dan reputasi organisasi. Pada akhirnya, pengadaan yang optimal akan melahirkan manfaat maksimal bagi masyarakat dan bisnis, mendukung keberlanjutan, serta membangun ekosistem yang sehat dan berkeadilan.