Cara Menangani Barang Rusak

Barang rusak adalah salah satu masalah yang paling sering terjadi dalam dunia gudang, logistik, dan rantai pasok (SCM). Tidak ada perusahaan yang benar-benar bebas dari risiko barang rusak, karena kerusakan bisa terjadi di berbagai tahap—mulai dari proses produksi, pengemasan, penyimpanan, hingga pengiriman. Walaupun terlihat sebagai masalah kecil, barang rusak dapat menyebabkan kerugian besar jika tidak ditangani dengan benar. Kerugian tersebut bisa berupa biaya penggantian barang, komplain pelanggan, keterlambatan pengiriman, bahkan kehilangan kepercayaan konsumen.

Penanganan barang rusak tidak bisa dilakukan secara asal-asalan. Diperlukan sistem yang jelas, prosedur yang tepat, dan komunikasi yang baik agar kerusakan bisa diminimalkan dan dampaknya dapat dikontrol. Dalam artikel ini, kita akan membahas cara menangani barang rusak dengan bahasa sederhana, langkah demi langkah, sehingga mudah dipahami oleh siapa saja, baik pekerja gudang, pemilik usaha kecil, maupun manajer logistik.

Memahami Penyebab Barang Rusak

Sebelum membahas cara menanganinya, penting untuk memahami apa saja penyebab barang menjadi rusak. Barang rusak bisa terjadi karena banyak faktor, dan mengetahui sumber masalah adalah langkah pertama untuk mencegah kerusakan di masa depan.

Kerusakan dapat terjadi di fase produksi akibat kesalahan mesin atau kualitas bahan baku yang buruk. Di gudang, barang bisa rusak karena penyimpanan yang tidak benar, rak yang terlalu penuh, atau penanganan yang ceroboh. Saat barang dikirim, risiko kerusakan semakin besar, terutama jika ekspedisi tidak mematuhi standar penanganan barang.

Memahami penyebab barang rusak membantu perusahaan mengevaluasi proses dan memperbaiki titik-titik yang rawan sehingga kerusakan dapat diminimalkan di masa depan.

Pengecekan Barang Saat Menerima Kiriman

Langkah awal untuk menangani barang rusak adalah melakukan pengecekan ketika barang pertama kali diterima. Pada tahap penerimaan (receiving), barang harus diperiksa dengan teliti. Banyak perusahaan yang mengabaikan tahap ini, padahal kerusakan sudah bisa terdeteksi sejak awal.

Pemeriksaan harus dilakukan terhadap jumlah barang, kualitas fisik, bentuk, dan kelengkapan dokumen. Jika ada barang yang penyok, cacat, atau terlihat tidak sesuai standar, petugas gudang harus segera mencatat dan melaporkannya. Pencatatan ini penting sebagai bukti jika perusahaan harus melakukan klaim kepada pemasok.

Dengan pengecekan yang baik, barang rusak bisa langsung dipisahkan dan tidak bercampur dengan barang yang masih bagus.

Memisahkan Barang Rusak dari Barang Baik

Setelah barang rusak ditemukan, langkah berikutnya adalah memisahkan barang tersebut dari barang-barang lain. Pemisahan ini bertujuan agar barang rusak tidak kembali masuk ke sistem persediaan atau tidak tercampur dengan barang yang siap dikirim ke pelanggan.

Barang rusak perlu ditempatkan di area khusus yang biasanya disebut quarantine area atau zona barang rusak. Di area ini, barang akan diperiksa lebih lanjut untuk menentukan langkah selanjutnya—apakah bisa diperbaiki, dikembalikan ke pemasok, atau harus dibuang.

Area karantina juga membantu mencegah kebingungan petugas gudang dan membuat proses pengelolaan barang rusak lebih terorganisir.

Mencatat Barang Rusak Secara Detail

Pencatatan adalah bagian penting dalam menangani barang rusak. Setiap barang yang ditemukan dalam kondisi tidak layak harus dicatat secara lengkap: jenis barang, jumlah, tingkat kerusakan, waktu ditemukannya kerusakan, dan penyebabnya jika diketahui.

Pencatatan ini tidak hanya menjadi dokumentasi internal, tetapi juga dibutuhkan saat perusahaan melakukan klaim ke pemasok, ekspedisi, atau pihak lain. Tanpa pencatatan yang jelas, klaim bisa ditolak karena dianggap tidak memiliki bukti.

Perusahaan yang menggunakan sistem digital seperti WMS (Warehouse Management System) akan lebih mudah mencatat dan melacak barang rusak. Namun, pencatatan manual pun tetap bisa dilakukan selama rapi dan konsisten.

Menganalisis Penyebab Kerusakan

Setelah barang rusak dipisahkan dan dicatat, langkah berikutnya adalah menganalisis penyebab kerusakan. Analisis ini sangat penting untuk menentukan apakah kerusakan diakibatkan oleh pemasok, human error, masalah gudang, atau kesalahan saat pengiriman.

Jika kerusakan terjadi karena pemasok mengirim barang dengan kualitas buruk, perusahaan perlu segera menyampaikan komplain dan meminta penggantian. Jika penyebabnya berasal dari gudang, perusahaan harus memperbaiki prosedur kerja atau memberikan pelatihan tambahan kepada petugas.

Analisis penyebab juga membantu perusahaan menghindari kerusakan serupa di masa depan, sehingga manajemen stok lebih efisien dan biaya dapat ditekan.

Menentukan Tindakan: Perbaiki, Kembalikan, atau Buang

Tidak semua barang rusak harus dibuang. Beberapa masih bisa diperbaiki atau diproses kembali (rework). Maka, perusahaan harus menentukan tindakan lanjutan berdasarkan tingkat kerusakan dan jenis barang.

1. Barang Bisa Diperbaiki
Barang yang rusaknya ringan, seperti kotak penyok atau bagian kecil yang terlepas, biasanya bisa diperbaiki dan dijual kembali dengan kualitas yang tetap baik.

2. Barang Harus Dikembalikan ke Pemasok
Jika kerusakan berasal dari proses produksi atau kesalahan pemasok, maka barang harus dikembalikan. Perusahaan bisa meminta penggantian atau refund sesuai perjanjian kontrak.

3. Barang Harus Dibuang
Barang yang rusak parah, terutama yang berhubungan dengan makanan atau barang yang membahayakan keselamatan, harus dibuang sesuai prosedur.

Keputusan ini harus dibuat dengan hati-hati agar tidak menimbulkan kerugian tambahan.

Proses Klaim ke Pemasok atau Ekspedisi

Jika kerusakan terjadi sebelum barang diterima di gudang, perusahaan berhak mengajukan klaim kepada pemasok atau jasa ekspedisi. Proses klaim biasanya membutuhkan data lengkap seperti foto kerusakan, laporan penerimaan barang, dan bukti dokumen pengiriman.

Klaim harus diajukan secepat mungkin sesuai ketentuan dalam kontrak atau perjanjian kerja sama. Semakin cepat klaim diajukan, semakin besar peluang untuk mendapatkan penggantian. Komunikasi yang jelas dan disertai bukti kuat adalah kunci keberhasilan klaim.

Mengatur SOP Penanganan Barang Rusak

Agar proses penanganan barang rusak berjalan lancar dan tidak membingungkan, perusahaan harus memiliki SOP (Standard Operating Procedure) yang jelas. SOP ini harus mengatur langkah-langkah yang harus dilakukan oleh setiap petugas ketika menemukan barang rusak.

SOP yang baik mencakup cara pemeriksaan, metode pencatatan, lokasi penyimpanan barang rusak, tata cara klaim, dan prosedur pembuangan barang. Dengan SOP yang jelas, semua petugas dapat bekerja dengan standar yang sama dan mengurangi risiko kesalahan.

SOP juga membantu perusahaan meningkatkan efisiensi proses logistik dan mempercepat waktu penyelesaian masalah.

Melatih Karyawan agar Lebih Teliti

Kerusakan barang sering terjadi karena human error, seperti salah memindahkan barang, menumpuk barang terlalu tinggi, atau ceroboh saat picking dan packing. Maka, perusahaan perlu memberikan pelatihan rutin kepada petugas gudang dan tim logistik.

Pelatihan dapat mencakup cara mengangkat barang yang benar, cara menata rak dengan aman, prosedur pengemasan, dan cara menangani barang yang mudah pecah. Karyawan yang terlatih akan bekerja lebih teliti, cepat, dan aman.

Dengan peningkatan keterampilan karyawan, risiko kerusakan barang bisa berkurang secara signifikan.

Menggunakan Kemasan yang Lebih Aman

Kemasan adalah pelindung utama barang. Banyak kerusakan terjadi karena kemasan yang tidak kuat atau tidak sesuai dengan karakteristik barang. Untuk barang fragile, perusahaan harus menggunakan pelindung tambahan seperti bubble wrap, plastik tebal, styrofoam, atau kotak berdinding ganda.

Label seperti “Fragile”, “Handle With Care”, dan “This Side Up” harus ditempelkan dengan jelas agar petugas pengiriman berhati-hati dalam menangani paket tersebut. Investasi dalam kemasan berkualitas tinggi sering kali lebih murah dibanding menanggung kerugian akibat barang rusak.

Mengawasi Area Penyimpanan dan Transportasi

Beberapa barang rusak karena kondisi gudang yang tidak sesuai, seperti suhu terlalu panas, kelembaban tinggi, atau rak yang tidak kuat. Barang seperti makanan, obat, dan elektronik sangat sensitif terhadap kondisi lingkungan.

Perusahaan harus memeriksa secara berkala kondisi area penyimpanan agar selalu sesuai standar. Jika gudang memiliki area pendingin, suhu dan kelembaban harus dipantau setiap hari.

Transportasi internal juga perlu diawasi. Forklift atau hand pallet yang digunakan harus dalam kondisi baik agar tidak menabrak rak atau menjatuhkan barang.

Mengelola Barang Retur dari Pelanggan

Tidak hanya barang yang masuk ke gudang yang bisa rusak. Barang yang sudah dikirim ke pelanggan pun bisa dikembalikan karena rusak atau tidak sesuai. Pengelolaan retur sangat penting karena berhubungan langsung dengan kepuasan pelanggan.

Barang retur harus melalui proses penilaian yang sama seperti barang rusak: diperiksa, dicatat, dianalisis, lalu ditentukan tindak lanjutnya. Jika kerusakan bukan kesalahan perusahaan, perlu ada komunikasi dengan pelanggan untuk memberikan penjelasan.

Jika kerusakan terjadi akibat proses pengiriman, perusahaan harus bekerja sama dengan kurir untuk mencari solusi terbaik.

Penutup

Menangani barang rusak bukan sekadar memisahkan barang lalu membuangnya. Proses ini melibatkan pemeriksaan, pencatatan, analisis, klaim, dan evaluasi agar perusahaan tidak terus mengalami kerugian. Penanganan yang baik membantu perusahaan menjaga kualitas layanan, mengurangi biaya, dan meningkatkan kepercayaan pelanggan.

Dengan sistem yang rapi, SOP yang jelas, karyawan yang terlatih, dan penggunaan kemasan yang tepat, barang rusak dapat diminimalkan. Namun ketika kerusakan tetap terjadi, penanganan cepat dan terstruktur adalah kunci utama. Barang rusak memang tidak bisa dihindari sepenuhnya, tetapi dampaknya bisa dikendalikan dengan manajemen yang baik.