Pengadaan barang/jasa pemerintah di Indonesia selama ini diatur dengan prinsip transparansi, persaingan sehat, dan akuntabilitas. Namun belakangan muncul istilah Bela Pengadaan, sebuah mekanisme yang dirancang untuk memperkuat pemberdayaan UMKM, koperasi, dan industri kecil menengah dalam rantai nilai pengadaan. Artikel ini akan membahas secara komprehensif pengertian Bela Pengadaan, landasan hukumnya, tujuan, prinsip, mekanisme operasional, tahapan pelaksanaan, peran para pemangku kepentingan, hingga keuntungan dan tantangan yang muncul dalam implementasinya.
1. Pendahuluan
Dalam konteks pembangunan ekonomi nasional, UMKM dan koperasi memegang peranan krusial. Mereka tidak hanya menyerap sebagian besar tenaga kerja, tetapi juga berkontribusi signifikan dalam Produk Domestik Bruto (PDB). Namun di sisi lain, partisipasi UMKM dalam pengadaan pemerintah masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan potensi yang ada. Faktor kendala administratif, skala produksi, hingga akses informasi menjadi penyebab utama. Bela Pengadaan lahir sebagai upaya strategis untuk menyeimbangkan hal tersebut: membela kepentingan pelaku usaha kecil agar memiliki ruang yang memadai dalam proses pengadaan pemerintah. Dengan fasilitasi khusus, UMKM diharapkan tidak sekadar menjadi penonton, melainkan benar-benar berhak bersaing dan menang dalam tender pengadaan. Artikel ini dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam-dari definisi hingga praktik nyata-tentang Bela Pengadaan, sehingga pemerintah daerah, OPD, pelaku UMKM, dan masyarakat sipil dapat memahami perannya dan menerapkannya secara tepat.
2. Definisi Bela Pengadaan
Secara sederhana, Bela Pengadaan dapat diartikan sebagai kebijakan atau skema dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang memberikan perlakuan khusus kepada UMKM, koperasi, dan IKM (Industri Kecil dan Menengah) agar mereka memperoleh akses lebih mudah dalam mengikuti tender maupun pengadaan langsung. Bela Pengadaan bukanlah sekadar kuota, melainkan rangkaian upaya pemberdayaan yang mencakup pendampingan, pelatihan, dan penyederhanaan persyaratan administratif. Di beberapa dokumen kebijakan, Bela Pengadaan juga disebut sebagai “Pengadaan Berbasis Pemberdayaan UMKM”-sebuah pendekatan holistik yang tidak hanya memprioritaskan kuantitas pembelian, tetapi juga meningkatkan kualitas dan daya saing produk lokal. Melalui Bela Pengadaan, pemerintah berusaha menciptakan ekosistem pengadaan yang inklusif, di mana pelaku usaha kecil diperlakukan layaknya pemain besar, dengan mitigasi risiko kegagalan administratif dan logistik.
3. Dasar Hukum Bela Pengadaan
Bela Pengadaan berakar pada beberapa regulasi utama, di antaranya:
- Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mengamanatkan percepatan perizinan dan pemberdayaan UMKM melalui kemudahan akses pasar.
- Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yang membuka ruang bagi penerapan kebijakan khusus untuk UMKM.
- Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yang menerbitkan pedoman teknis Bela Pengadaan, termasuk persyaratan dan tata cara pelaksanaannya.
Ketiga payung hukum ini menyediakan kerangka legal yang memastikan Bela Pengadaan bukan sekadar program eksperimental, tetapi menjadi bagian integral dari sistem pengadaan nasional. Dengan status hukum yang kuat, setiap instansi pemerintah-baik pusat maupun daerah-didorong untuk memasukkan ketentuan Bela Pengadaan dalam dokumen Rencana Umum Pengadaan (RUP) dan pelaksanaan tender.
4. Tujuan Utama Bela Pengadaan
Pemerintah merumuskan Bela Pengadaan dengan beberapa tujuan utama:
- Meningkatkan Partisipasi UMKM: Memberi kesempatan lebih luas agar usaha kecil dapat bid dalam tender pengadaan, sehingga porsi anggaran pengadaan yang mengalir kepada UMKM mengalami kenaikan signifikan.
- Mendorong Pemberdayaan Ekonomi Lokal: Dengan membeli produk lokal, pemerintah turut menguatkan industri daerah, menciptakan efek berganda (multiplier effect) di tingkat komunitas.
- Meningkatkan Daya Saing UMKM: Melalui pendampingan dan pelatihan, UMKM diharapkan mampu memenuhi standar teknis, kualitas, dan administratif yang selama ini menjadi hambatan.
- Mewujudkan Pengadaan yang Berkelanjutan: Bela Pengadaan mendorong penggunaan produk ramah lingkungan dan bersertifikasi, selaras dengan prinsip green procurement.
- Memperkuat Sinergi Pemerintah‑UMKM: Membangun kemitraan jangka panjang yang saling menguntungkan, bukan sekadar transaksi bisnis satu kali.
Dengan demikian, tujuan Bela Pengadaan tidak hanya dimekarkan sebagai kebijakan sosialisasi, tetapi diarahkan untuk mencapai dampak ekonomi yang nyata dan terukur bagi UMKM di seluruh Indonesia.
5. Prinsip‑Prinsip Bela Pengadaan
Dalam pelaksanaannya, Bela Pengadaan harus berlandaskan pada prinsip‑prinsip berikut:
- Keadilan dan Kesetaraan: Meskipun UMKM mendapatkan kemudahan, mekanisme tetap harus bersifat terbuka dan transparan. Setiap pelaku usaha harus mengikuti aturan yang sama, hanya persyaratannya dipermudah atau diberi masa tenggang lebih.
- Keterbukaan Informasi: Informasi tentang jadwal, dokumen, dan cara pendaftaran tender harus diumumkan secara luas menggunakan kanal resmi, media sosial, dan mitra UMKM setempat.
- Akuntabilitas: Semua proses, mulai RUP hingga penetapan pemenang, wajib didokumentasikan. Audit internal dan eksternal perlu dilakukan secara berkala untuk memastikan efektivitas Bela Pengadaan.
- Kemandirian UMKM: Pendampingan teknis dan pelatihan bertujuan agar UMKM tidak selamanya bergantung pada bantuan pemerintah, melainkan mampu mengelola bisnisnya secara mandiri.
- Kebersamaan dan Sinergi: Melibatkan dinas koperasi, dinas perindustrian, asosiasi UMKM, hingga perguruan tinggi sebagai mitra dalam pelaksanaan dan evaluasi kebijakan.
Prinsip-prinsip ini menjadi pegangan agar Bela Pengadaan tidak disalahgunakan, misalnya untuk monopoli kelompok tertentu, dan tetap berfokus pada pemberdayaan usaha kecil secara inklusif.
6. Mekanisme Kerja Bela Pengadaan
Secara garis besar, mekanisme kerja Bela Pengadaan meliputi:
- Identifikasi Item RUP untuk Bela Pengadaan
Dalam RUP, pejabat pengadaan mencantumkan paket-paket barang/jasa yang diperuntukkan khusus bagi UMKM. Biasanya memilih paket dengan nilai kontrak relatif kecil hingga menengah, sehingga kapasitas UMKM sesuai. - Penyederhanaan Dokumen Persyaratan
Dokumen legalitas tetap diwajibkan (NIB, NPWP, SIUP/TDP), namun dokumen pendukung seperti laporan keuangan dapat berupa laporan sederhana atau rekapan transaksi digital. Toleransi waktu pengunggahan dokumen juga diperpanjang. - Fasilitasi Pelatihan dan Bimbingan Teknis
Sebelum tender, pemerintah daerah bekerja sama dengan asosiasi UMKM menggelar workshop tentang proses e‑procurement, teknik penawaran harga, dan administrasi kontrak. - Pendaftaran dan Penawaran
UMKM mendaftar melalui SPSE, mengikuti tahap evaluasi administratif dan teknis. Untuk Bela Pengadaan, evaluasi teknis kadang dikombinasikan dengan wawancara ringan atau presentasi ringkas daripada uji dokumen yang rumit. - Penetapan Pemenang dan Kontrak
Pemenang ditentukan berdasarkan harga terendah atau nilai terbaik, namun dengan ketentuan bahwa pemenang berasal dari pelaku UMKM yang terverifikasi. Kontrak ditandatangani dengan klausul pendampingan pekerjaan untuk menjamin kualitas. - Monitoring dan Evaluasi Pasca‑Kontrak
Setelah pekerjaan berjalan, tim pengadaan memantau kemajuan proyek dan kinerja UMKM. Hasil evaluasi menjadi dasar untuk perbaikan skema Bela Pengadaan selanjutnya.
Dengan skema di atas, proses pengadaan tetap mengikuti prinsip e‑procurement, namun dilengkapi dengan intervensi kebijakan yang memudahkan UMKM.
7. Tahapan Pelaksanaan Bela Pengadaan
Pelaksanaan Bela Pengadaan dapat dibagi menjadi beberapa tahapan utama:
- Perencanaan dan Penetapan RUP
- Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) merencanakan paket Bela Pengadaan berdasarkan rencana kebutuhan tahunan.
- PPK berkoordinasi dengan Dinas Koperasi/UMKM untuk memastikan paket yang tepat.
- Publikasi dan Sosialisasi
- LPSE mengumumkan paket Bela Pengadaan di website resmi dan media sosial.
- Dinas Koperasi gelar sosialisasi ke pelaku UMKM, memberikan modul pelatihan.
- Pendaftaran dan Pra‑Evaluasi
- UMKM mendaftar di SPSE dan mengunggah dokumen.
- Tim verifikator UMKM (bisa dari dinas atau asosiasi) melakukan pra‑evaluasi untuk memastikan kelengkapan sebelum masuk evaluasi resmi.
- Evaluasi dan Klarifikasi
- LPSE melakukan evaluasi administratif dan teknis sesuai pedoman Bela Pengadaan.
- Jika ada kekurangan atau perlu klarifikasi, UMKM diberikan kesempatan perbaikan dalam jangka waktu yang ditentukan.
- Penetapan Pemenang dan Kontrak Kerja
- Pemenang diumumkan; kontrak ditandatangani dengan ketentuan bimbingan teknis jika diperlukan.
- Tim pendamping ditunjuk untuk memantau pelaksanaan proyek.
- Pelaksanaan dan Pengawasan
- UMKM melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak.
- Pejabat Pengadaan bersama tim pendamping melakukan supervisi rutin.
- Evaluasi dan Pelaporan
- Setelah pekerjaan selesai, dilakukan evaluasi kinerja, kualitas, dan dampak sosial-ekonomi.
- Laporan hasil evaluasi dipakai untuk perbaikan mekanisme di tahun berikutnya.
Dengan tahapan terstruktur, Bela Pengadaan dapat dijalankan secara konsisten di berbagai level pemerintahan.
8. Peran dan Tanggung Jawab Pemangku Kepentingan
Keberhasilan implementasi program Bela Pengadaan tidak bisa disandarkan pada satu pihak saja. Justru sebaliknya, dibutuhkan kolaborasi yang erat dan sinergis dari berbagai pemangku kepentingan, baik dari tingkat pusat, daerah, lembaga teknis, asosiasi usaha, hingga masyarakat sipil. Setiap pihak memiliki peran strategis yang saling melengkapi. Bila salah satu mata rantai dalam sistem ini lemah, maka efektivitas Bela Pengadaan sebagai instrumen pemberdayaan UMKM pun akan terhambat.
Pemerintah Pusat (LKPP)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berperan sebagai arsitek utama sistem pengadaan nasional. Dalam konteks Bela Pengadaan, LKPP memiliki kewenangan menyusun pedoman teknis, termasuk regulasi turunan, format dokumen, dan modul pelatihan untuk penguatan kapasitas penyedia. LKPP juga mengembangkan sistem elektronik seperti e‑catalog dan SPSE agar lebih ramah terhadap UMKM. Selain itu, LKPP melakukan monitoring pelaksanaan Bela Pengadaan secara nasional dan menyusun laporan evaluasi yang dijadikan acuan perbaikan kebijakan.
Pemerintah Daerah / OPD Pengadaan
Pada level daerah, peran OPD pengadaan sangat sentral. Mereka bertanggung jawab menyusun Rencana Umum Pengadaan (RUP) yang mengalokasikan sejumlah paket khusus untuk UMKM. Mereka juga wajib menganggarkan dana, menetapkan jadwal tender, serta menyusun dokumen pengadaan yang tidak diskriminatif. Di samping itu, OPD perlu bekerja sama dengan dinas terkait untuk melakukan sosialisasi ke pelaku usaha lokal, sekaligus mengevaluasi kinerja UMKM dalam pelaksanaan kontrak.
Dinas Koperasi / UMKM
Dinas Koperasi dan UKM berperan sebagai jembatan antara regulasi dan pelaku usaha. Fungsi mereka meliputi: memberikan pelatihan dasar pengadaan kepada UMKM, membantu proses verifikasi legalitas usaha, serta memfasilitasi pembentukan kelompok UMKM potensial. Selain itu, dinas juga bertugas melakukan kurasi UMKM dan merekomendasikan penyedia yang siap masuk ke sistem SPSE.
Asosiasi UMKM / KADIN / Lembaga Pendamping
Asosiasi usaha seperti KADIN, HIPMI, maupun koperasi tingkat lokal berfungsi sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan Bela Pengadaan. Mereka membantu UMKM memahami proses administratif, menyusun dokumen penawaran, bahkan menyediakan platform pelatihan mandiri. Keterlibatan asosiasi ini memperkuat dukungan komunitas dan meningkatkan semangat gotong royong antarpelaku usaha kecil.
UMKM / Pelaku Usaha
Sebagai objek utama dalam skema Bela Pengadaan, pelaku UMKM dituntut untuk tidak pasif. Mereka harus aktif mengikuti pelatihan, memperbarui dokumen legalitas, menyusun portofolio usaha, serta memahami alur pendaftaran tender secara elektronik. Mereka juga harus menjaga integritas dan kualitas pekerjaan selama masa kontrak agar dapat dipercaya sebagai mitra jangka panjang pemerintah.
Masyarakat Sipil / Akademisi
Organisasi masyarakat sipil dan perguruan tinggi dapat berperan sebagai pengawas independen serta pemberi masukan ilmiah terhadap pelaksanaan Bela Pengadaan. Kajian dari akademisi dapat digunakan sebagai rujukan dalam penyusunan kebijakan baru, sementara keterlibatan LSM dapat mencegah praktik kolusi dalam pelaksanaan tender UMKM.
Dengan terjalinnya sinergi lintas aktor, maka Bela Pengadaan bukan hanya menjadi kebijakan kertas, tetapi hadir sebagai gerakan nyata pemberdayaan ekonomi kerakyatan.
9. Keuntungan dan Tantangan
Keuntungan Bela Pengadaan
1. Peningkatan Pendapatan dan Omzet UMKM
Dengan membuka akses langsung ke pasar pengadaan pemerintah, UMKM dapat memperoleh kontrak dalam jumlah yang stabil dan bersifat berulang. Hal ini berdampak langsung terhadap kenaikan omzet tahunan, memperluas jaringan pelanggan institusi, dan membuka peluang ekspansi usaha ke sektor yang lebih luas.
2. Peningkatan Kualitas Produk dan Standar Layanan
Melalui proses pendampingan teknis, UMKM dipacu untuk meningkatkan kualitas produk dan layanan agar sesuai dengan standar pengadaan pemerintah. Pelatihan terkait manajemen mutu, pengemasan, dokumentasi, dan SOP produksi turut mendorong terwujudnya transformasi usaha yang lebih profesional.
3. Pertumbuhan Ekonomi Lokal
Ketika pemerintah pusat dan daerah mulai membeli barang/jasa dari pelaku lokal, maka perputaran uang terjadi di daerah. Ini menciptakan efek domino berupa pembukaan lapangan kerja baru, meningkatnya permintaan bahan baku lokal, hingga tumbuhnya subkontraktor dari sektor informal.
4. Penguatan Reputasi Usaha
UMKM yang pernah menjadi penyedia resmi instansi pemerintah akan mendapatkan legitimasi yang kuat di mata mitra bisnis lainnya, baik BUMN maupun swasta. Label sebagai “penyedia terdaftar pemerintah” meningkatkan reputasi usaha dan dapat digunakan dalam strategi branding.
5. Transfer Pengetahuan dan Keterampilan
Proses pendampingan, pelatihan, dan keterlibatan dalam proyek nyata mendorong peningkatan kompetensi pelaku UMKM. Mereka tidak hanya belajar administrasi tender, tetapi juga manajemen proyek, evaluasi kinerja, dan pengendalian mutu.
Tantangan Bela Pengadaan
1. Kapasitas Produksi yang Belum Merata
Tidak semua UMKM memiliki fasilitas produksi yang cukup untuk memenuhi permintaan pengadaan pemerintah, terutama untuk volume besar. Hal ini sering menjadi kendala saat eksekusi kontrak, yang pada akhirnya bisa merugikan citra UMKM sendiri.
2. Kompleksitas Administratif dan Digitalisasi
Meski beberapa persyaratan telah disederhanakan, penggunaan sistem SPSE masih dianggap rumit oleh pelaku usaha mikro yang belum melek digital. Banyak yang mengalami kendala saat upload dokumen, tanda tangan elektronik, atau memahami struktur dokumen pengadaan.
3. Koordinasi Antar-Lembaga Belum Optimal
Sering terjadi tumpang tindih peran antar OPD, minimnya komunikasi lintas lembaga, atau bahkan ketiadaan roadmap terpadu antara pengadaan dan pemberdayaan UMKM. Hal ini menyebabkan pelaksanaan Bela Pengadaan tidak terintegrasi dengan baik.
4. Kurangnya Kesadaran dan Informasi di Kalangan UMKM
Sebagian besar UMKM belum memahami apa itu Bela Pengadaan, apalagi cara mendaftar atau mempersiapkan diri. Kurangnya sosialisasi dan minimnya literasi pengadaan menyebabkan hanya segelintir UMKM yang berpartisipasi aktif.
5. Minimnya Sistem Monitoring dan Evaluasi
Belum banyak daerah yang memiliki sistem dashboard atau evaluasi khusus untuk menilai keberhasilan Bela Pengadaan. Tanpa data yang akurat, sulit melakukan koreksi atau mengidentifikasi praktik terbaik untuk direplikasi di daerah lain.
Mengatasi tantangan ini memerlukan komitmen politis, investasi pendampingan, serta kolaborasi berkelanjutan di semua lini pemerintahan.
10. Studi Kasus dan Contoh Implementasi
Studi Kasus: Provinsi A – Mengintegrasikan Bela Pengadaan dalam RPJMD
Di Provinsi A, keberhasilan program Bela Pengadaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan melalui strategi sistematis. Pemerintah Provinsi memasukkan Bela Pengadaan sebagai bagian dari RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) bidang ekonomi dan koperasi.
- Pra‑Seleksi: Dinas Koperasi melakukan kurasi terhadap 50 UMKM lokal berdasarkan sektor unggulan daerah dan kesiapan legalitas.
- Pelatihan Terstruktur: Bersama LKPP, mereka menyelenggarakan pelatihan teknis selama 2 minggu mencakup SPSE, teknik penawaran, hingga simulasi evaluasi tender.
- Pendampingan Intensif: Setiap UMKM didampingi oleh satu mentor selama proses bidding dan pelaksanaan kontrak.
Hasilnya: dari 20 paket pengadaan bernilai kecil dan menengah, 18 berhasil ditangani UMKM lokal. Total nilai kontrak mencapai Rp10 miliar, menciptakan 200 lapangan kerja tambahan. Pemerintah daerah mengklaim efisiensi waktu hingga 35% karena tidak perlu menunggu tender terbuka berulang.
Contoh Implementasi Sederhana: Kabupaten B – Fokus Pengadaan ATK Lokal
Kabupaten B mengambil pendekatan sederhana namun efektif. Mereka mengalokasikan Rp5 miliar untuk pengadaan ATK dan percetakan materi kampanye layanan publik. Dengan pendekatan Bela Pengadaan, mereka:
- Hanya mensyaratkan NIB, surat domisili, dan surat pernyataan integritas
- Melakukan sosialisasi via WhatsApp grup UMKM lokal
- Memberikan template dokumen penawaran dalam bentuk Microsoft Word untuk memudahkan pemula
Sebanyak 15 UMKM mendaftar, dan 12 di antaranya menang tender. Tak hanya menciptakan peluang baru, program ini mengurangi waktu proses pengadaan hingga 30% karena evaluasi dapat dilakukan lebih cepat. Keberhasilan ini kemudian direplikasi untuk sektor jasa boga dan sablon lokal.
11. Kesimpulan dan Rekomendasi
Bela Pengadaan bukan sekadar program tambahan dalam sistem pengadaan, tetapi sebuah strategi afirmatif nasional untuk memperkuat pelaku usaha kecil, koperasi, dan IKM. Dengan memberikan ruang yang adil dalam sistem pengadaan barang/jasa pemerintah, negara turut mengatasi ketimpangan akses pasar dan mempercepat pemerataan ekonomi dari bawah.
Program ini tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga mendorong lahirnya UMKM yang lebih disiplin, profesional, dan berkualitas. Namun keberhasilan program ini sangat bergantung pada komitmen lintas aktor, baik pemerintah pusat, daerah, maupun pelaku usaha itu sendiri.
Rekomendasi untuk Keberlanjutan Bela Pengadaan:
- Standardisasi Pedoman Nasional dan Daerah:
LKPP perlu terus memperbarui panduan Bela Pengadaan sesuai dinamika lapangan dan memastikan seluruh daerah mengadopsi pedoman yang seragam. - Peningkatan Kapasitas Produksi dan Legalitas:
Pemerintah daerah perlu memberikan insentif bagi UMKM yang berinvestasi pada peralatan produksi dan sertifikasi mutu, termasuk sertifikat halal, SNI, dan izin edar. - Integrasi Digital Satu Pintu:
Integrasi OSS, SPSE, dan e-catalog khusus UMKM akan mempercepat proses onboarding pelaku usaha ke sistem pengadaan elektronik. - Pendampingan Pasca-Kontrak dan Akses Modal:
Bantuan tidak boleh berhenti saat kontrak ditandatangani. UMKM perlu difasilitasi dalam pelaksanaan pekerjaan, penagihan pembayaran, hingga akses pembiayaan untuk cashflow. - Evaluasi Terstruktur dan Pelaporan Publik:
Bangun sistem dashboard nasional untuk memantau seberapa banyak paket yang benar-benar dikerjakan oleh UMKM, termasuk kinerja dan kendala yang mereka hadapi.
Penutup:
Dengan desain yang inklusif, sistematis, dan berkelanjutan, Bela Pengadaan dapat menjadi instrumen strategis dalam membangun kemandirian ekonomi nasional berbasis potensi lokal. Program ini bukan hanya soal transaksi tender, tapi wujud nyata dari semangat keberpihakan negara pada ekonomi rakyat. Bila dijalankan dengan sungguh-sungguh, Bela Pengadaan akan melahirkan generasi UMKM baru: tangguh secara administrasi, kompetitif secara kualitas, dan berdampak secara sosial.