Perbedaan Procurement dan Purchasing

Pendahuluan

Dalam dunia bisnis dan pemerintahan, pengadaan barang dan jasa merupakan aktivitas penting yang menentukan kelancaran operasional dan keberhasilan suatu organisasi. Namun, tidak sedikit yang masih bingung membedakan antara dua istilah yang kerap dianggap sama: procurement dan purchasing. Keduanya sering dipakai secara bergantian, padahal memiliki arti, cakupan, dan fungsi yang berbeda. Memahami perbedaan antara procurement dan purchasing sangat penting, terutama bagi ASN, pelaku usaha, staf administrasi, atau siapa saja yang terlibat dalam proses pengadaan. Kesalahan memahami konsep ini bisa berdampak pada efektivitas kerja, strategi pengadaan, bahkan keputusan investasi jangka panjang. Artikel ini akan membedah perbedaan procurement dan purchasing dari berbagai sisi: definisi, tujuan, proses, cakupan kerja, hingga kompetensi yang dibutuhkan. Kami menyajikannya dalam bahasa yang sederhana agar mudah dipahami oleh orang awam sekalipun, disertai dengan ilustrasi, contoh praktis, dan tips agar Anda bisa menerapkannya dengan tepat dalam pekerjaan sehari-hari. Jika Anda pernah bertanya-tanya: “Apa sebenarnya perbedaan procurement dan purchasing? Mana yang lebih penting? Apa tugas masing-masing?”-artikel ini akan menjawabnya secara lengkap dan terstruktur.

1. Definisi Procurement dan Purchasing

1.1 Procurement

Procurement adalah proses strategis untuk mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh organisasi, mulai dari identifikasi kebutuhan hingga manajemen kontrak dan evaluasi kinerja vendor. Procurement mencakup proses perencanaan, pencarian vendor, negosiasi, pemilihan penyedia, serta pengelolaan hubungan jangka panjang dengan vendor. Contoh: Jika sebuah instansi pemerintah membutuhkan sistem informasi baru, procurement mencakup mulai dari studi kebutuhan, pembuatan dokumen pengadaan, pengumuman lelang, evaluasi teknis dan harga, hingga penandatanganan kontrak dan pemantauan implementasi.

1.2 Purchasing

Purchasing adalah bagian dari procurement yang fokus pada aktivitas pembelian itu sendiri, seperti membuat pesanan pembelian (purchase order), menerima barang, dan memproses pembayaran. Purchasing lebih bersifat administratif dan operasional. Contoh: Setelah vendor terpilih, tim purchasing membuat PO (Purchase Order), mengurus penerimaan barang, mencocokkan faktur, dan melakukan pembayaran ke vendor.

2. Tujuan dan Fokus Kerja

Perbedaan paling mendasar antara procurement dan purchasing terletak pada tujuan strategis dan fokus kerjanya.

2.1.Procurement

Memiliki tujuan yang lebih luas dan jangka panjang. Aktivitas ini dirancang untuk memastikan organisasi mendapatkan barang dan jasa yang tepat, dengan kualitas optimal, harga yang wajar, dan risiko pengadaan yang minimal. Procurement tidak sekadar soal membeli, tetapi menyangkut bagaimana pengadaan itu mendukung strategi dan kelangsungan operasional organisasi secara berkelanjutan. Fokusnya adalah menciptakan nilai tambah, bukan hanya dari sisi biaya, tapi juga dari sisi kualitas hubungan dengan vendor, efisiensi proses, inovasi, dan kepatuhan hukum. Dalam banyak kasus, procurement juga terlibat dalam pengelolaan risiko, analisis pasar, dan perencanaan kebutuhan jangka panjang. Dengan kata lain, procurement adalah fungsi strategis yang berkontribusi langsung terhadap daya saing dan efektivitas organisasi.

2.2. Purchasing

Lebih berperan sebagai fungsi operasional yang memastikan proses pembelian berjalan cepat, akurat, dan sesuai prosedur. Tujuan utamanya adalah melaksanakan transaksi pembelian berdasarkan permintaan yang telah disetujui, dengan fokus pada administrasi yang tertib, pengiriman tepat waktu, serta dokumentasi yang rapi. Purchasing sering kali bekerja berdasarkan daftar vendor yang sudah disetujui dan spesifikasi teknis yang telah ditentukan sebelumnya. Di sini, peran utamanya adalah sebagai eksekutor pembelian, yang menjadi bagian dari siklus procurement namun lebih dekat pada tahap pelaksanaan teknis.

Dengan demikian, jika procurement ibarat perencana strategi jangka panjang, maka purchasing adalah pelaksana taktis yang memastikan strategi itu berjalan mulus di lapangan. Keduanya penting, saling melengkapi, namun berbeda pendekatan dan orientasi kerjanya.

3. Proses Kerja: Tahapan dalam Procurement vs Purchasing

Untuk memahami perbedaan procurement dan purchasing secara praktis, kita perlu melihat bagaimana masing-masing berjalan dalam tahapan kerja. Meskipun keduanya berkaitan erat dalam siklus pengadaan, prosesnya berbeda dalam hal ruang lingkup, kedalaman analisis, dan tujuan akhir.

3.1 Tahapan Procurement

Procurement melibatkan proses yang lebih kompleks dan strategis, dengan tahapan sebagai berikut:

  1. Identifikasi kebutuhan
    Tahapan ini melibatkan komunikasi dengan unit peminta atau pengguna akhir untuk mengetahui kebutuhan barang/jasa yang akan diadakan. Tujuannya adalah menyelaraskan pengadaan dengan rencana kerja dan sasaran organisasi.
  2. Riset pasar dan studi kelayakan
    Procurement officer melakukan kajian terhadap ketersediaan barang/jasa di pasar, potensi penyedia, harga pasar, hingga risiko pengadaan. Informasi ini penting untuk pengambilan keputusan metode pengadaan yang paling tepat.
  3. Penyusunan spesifikasi dan dokumen pengadaan
    Di tahap ini disusunlah spesifikasi teknis, kerangka acuan kerja (KAK), serta dokumen pemilihan seperti RFP (Request for Proposal) atau RFQ (Request for Quotation). Semuanya harus jelas, adil, dan tidak diskriminatif.
  4. Pemilihan metode pengadaan
    Pemilihan dilakukan berdasarkan nilai, kompleksitas, dan urgensi. Bisa berupa tender terbuka, penunjukan langsung, e-purchasing, atau lainnya sesuai peraturan.
  5. Pengumuman dan pengumpulan penawaran
    Proses ini bertujuan mengundang partisipasi penyedia. Penawaran yang masuk harus disegel dan dijaga kerahasiaannya untuk menjamin integritas proses.
  6. Evaluasi teknis dan harga
    Tim evaluasi akan menilai penawaran dari segi kesesuaian teknis, harga, dan kepatuhan administratif. Penilaian ini bertujuan memilih penyedia terbaik secara objektif dan transparan.
  7. Negosiasi dan kontrak
    Jika diperlukan, dilakukan negosiasi untuk menyesuaikan aspek harga, waktu, atau jaminan layanan. Setelah sepakat, dibuatlah kontrak sebagai dasar hukum kerja sama.
  8. Pemantauan pelaksanaan dan evaluasi vendor
    Setelah kontrak berjalan, dilakukan monitoring atas realisasi pekerjaan, kualitas barang/jasa, serta kinerja vendor. Evaluasi ini penting untuk rekam jejak penyedia di pengadaan berikutnya.

3.2 Tahapan Purchasing

Purchasing berperan sebagai pelaksana teknis pembelian dengan proses yang lebih pendek dan terfokus, yaitu:

  1. Pembuatan Purchase Requisition (PR)
    Unit pengguna mengajukan permintaan pembelian resmi yang berisi rincian barang/jasa, jumlah, dan tujuan penggunaannya.
  2. Penerbitan Purchase Order (PO)
    Setelah PR disetujui, bagian purchasing membuat PO yang menjadi dokumen resmi perintah pembelian kepada vendor, mencakup harga, jumlah, jadwal pengiriman, dan syarat pembayaran.
  3. Pengiriman barang oleh vendor
    Vendor mengirimkan barang sesuai dengan informasi dalam PO. Purchasing bertugas memastikan ketepatan waktu dan jumlah barang yang dikirim.
  4. Penerimaan barang dan pemeriksaan
    Barang diterima oleh tim gudang atau penerima, dan dilakukan pemeriksaan terhadap kuantitas dan kualitas sesuai PO dan spesifikasi.
  5. Pencocokan PO, Delivery Order (DO), dan invoice
    Untuk mencegah kesalahan dan kecurangan, dilakukan pencocokan dokumen antara PO, DO, dan invoice sebelum proses pembayaran.
  6. Pembayaran kepada vendor
    Setelah semua dokumen cocok dan barang diterima dengan baik, bagian keuangan melakukan pembayaran sesuai ketentuan dalam kontrak atau PO.

Dengan melihat dua tahapan ini secara paralel, kita bisa melihat bahwa procurement adalah proses strategis dari hulu ke hilir, sementara purchasing adalah eksekusi dari bagian hilir proses tersebut. Keduanya tidak bisa dipisahkan dan saling bergantung dalam memastikan pengadaan berjalan efisien, efektif, dan akuntabel.

4. Perbedaan Cakupan dan Ruang Lingkup

Perbedaan mendasar antara procurement dan purchasing dapat dilihat dari seberapa luas dan strategis cakupan pekerjaannya. Procurement bekerja pada level yang lebih tinggi dengan pendekatan strategis jangka panjang, sementara purchasing berfokus pada kegiatan operasional yang bersifat transaksional dan rutin.

Procurement: Strategis dan Terintegrasi

Procurement memiliki cakupan yang luas dan bersifat strategis. Proses ini tidak hanya sebatas membeli barang atau jasa, tetapi mencakup analisis kebutuhan, kajian pasar, pemilihan metode pengadaan, evaluasi penyedia, serta pengelolaan kontrak. Dalam praktiknya, procurement menyentuh banyak aspek dan melibatkan berbagai divisi atau unit dalam organisasi.

Misalnya, dalam pengadaan barang bernilai besar, bagian user (pengguna) berperan dalam menyusun spesifikasi kebutuhan, bagian keuangan memastikan ketersediaan anggaran dan efisiensi biaya, sementara bagian hukum mengkaji perjanjian atau kontrak untuk meminimalkan risiko hukum. Semua ini menunjukkan bahwa procurement merupakan kegiatan lintas fungsi (cross-functional) yang membutuhkan koordinasi dan sinergi antardepartemen.

Lebih jauh, procurement juga berfokus pada manajemen risiko, efisiensi biaya, dan pencapaian nilai terbaik bagi organisasi (value for money). Tujuannya bukan sekadar “mendapatkan harga termurah”, tetapi memastikan bahwa pengadaan mendukung tujuan jangka panjang organisasi, seperti keberlanjutan, inovasi, dan kepatuhan terhadap kebijakan strategis.

Purchasing: Operasional dan Terbatas

Berbeda dengan procurement, purchasing adalah aktivitas operasional yang cakupannya lebih sempit dan biasanya ditangani oleh satu unit khusus, seperti bagian pembelian atau logistik. Purchasing fokus pada proses administratif mulai dari penerbitan purchase requisition (PR) hingga penyelesaian pembayaran kepada vendor. Aktivitas ini bersifat rutin, berulang, dan umumnya mengikuti prosedur standar yang telah ditetapkan.

Ciri utama purchasing adalah kecepatan transaksi dan kepatuhan administratif. Purchasing harus memastikan bahwa dokumen pembelian seperti Purchase Order (PO), Delivery Order (DO), dan invoice telah lengkap dan sesuai, agar proses pembayaran tidak tertunda. Walaupun terdengar teknis, kesalahan di level purchasing bisa berdampak besar, seperti keterlambatan pengiriman, kelebihan pembayaran, atau temuan audit.

Secara garis besar, procurement adalah proses strategic decision-making, sedangkan purchasing adalah proses transaction execution. Keduanya sama-sama penting, tetapi memiliki peran dan ruang lingkup yang berbeda. Procurement menentukan arah, purchasing menjalankan langkah. Tanpa perencanaan strategis procurement, aktivitas purchasing bisa menjadi tidak efisien. Sebaliknya, tanpa purchasing yang teliti, strategi procurement tidak akan berjalan lancar.

5. Kompetensi yang Dibutuhkan

Perbedaan peran antara procurement dan purchasing secara alami menciptakan kebutuhan kompetensi yang berbeda pula. Meskipun keduanya beroperasi dalam ekosistem pengadaan, karakteristik pekerjaan yang berbeda menjadikan fokus pengembangan keahlian pun tidak sama.

Kompetensi untuk Procurement Officer

Seorang Procurement Officer dituntut memiliki kemampuan strategis yang kuat. Karena pekerjaannya berkaitan erat dengan pengambilan keputusan bernilai besar dan berdampak jangka panjang, maka kemampuan analisis dan negosiasi menjadi kunci utama. Procurement Officer harus bisa membaca tren pasar, menilai kredibilitas vendor, dan merumuskan strategi pengadaan yang efisien serta kompetitif.

Selain itu, pemahaman terhadap regulasi pengadaan, baik yang bersifat nasional (seperti Perpres pengadaan barang/jasa pemerintah) maupun internal organisasi, sangat penting. Kesalahan dalam aspek hukum bisa berakibat pada sengketa, pembatalan kontrak, atau bahkan sanksi administratif.

Tak kalah penting, Procurement Officer juga harus memiliki pengetahuan mendalam tentang manajemen risiko dan kontrak. Ia harus mampu menyusun kontrak yang adil namun menguntungkan bagi institusinya, serta mengidentifikasi potensi risiko sejak tahap perencanaan hingga pasca pelaksanaan.

Kompetensi untuk Purchasing Staff

Di sisi lain, seorang Purchasing Staff lebih banyak berkutat pada proses administrasi yang menuntut ketelitian tinggi. Kesalahan kecil, seperti salah mencantumkan kode barang atau harga, dapat menimbulkan kekacauan logistik dan keterlambatan operasional.

Mereka juga harus mahir mengelola dokumen dan sistem, mulai dari Purchase Requisition (PR), Purchase Order (PO), hingga invoice, serta familiar dengan sistem ERP atau aplikasi pengadaan lainnya. Kecepatan dan akurasi dalam input data menjadi hal krusial.

Selain itu, komunikasi efektif dengan vendor dan user juga penting. Purchasing Staff adalah penghubung teknis yang harus mampu menyampaikan informasi dengan jelas dan menyelesaikan kendala operasional secara cepat dan diplomatis.

6. Peran dan Tanggung Jawab dalam Organisasi

Dalam sebuah organisasi, baik di sektor publik maupun swasta, peran procurement dan purchasing sangat krusial namun berbeda dalam cakupan dan tanggung jawabnya. Memahami perbedaan ini membantu organisasi menjalankan proses pengadaan secara efektif dan efisien.

Peran dan Tanggung Jawab Procurement

Procurement memiliki peran strategis yang lebih luas dan mendalam dalam organisasi. Procurement Officer bertanggung jawab mulai dari merancang kebijakan pengadaan yang sesuai dengan tujuan organisasi, hingga memastikan seluruh proses pengadaan berjalan sesuai regulasi dan prinsip tata kelola yang baik (good governance).

Tanggung jawab utama procurement mencakup:

  • Perencanaan pengadaan berdasarkan kebutuhan jangka panjang organisasi.
  • Pengembangan strategi pengadaan yang mengoptimalkan kualitas, biaya, dan waktu.
  • Evaluasi dan pemilihan vendor berdasarkan kriteria teknis dan finansial.
  • Negosiasi kontrak yang mengamankan hak dan kewajiban organisasi.
  • Pengelolaan risiko untuk meminimalisir potensi kerugian dan kegagalan proyek.
  • Monitoring dan evaluasi kinerja vendor agar kontrak berjalan optimal.
  • Koordinasi lintas divisi, seperti dengan unit pengguna, keuangan, dan hukum, untuk memastikan keselarasan tujuan.

Dengan tanggung jawab yang kompleks, procurement biasanya berperan sebagai pengambil keputusan strategis dalam pengadaan.

Peran dan Tanggung Jawab Purchasing

Purchasing berfokus pada aspek operasional dan administratif pengadaan. Peran purchasing staff adalah memastikan bahwa permintaan barang dan jasa dari unit pengguna dipenuhi dengan cepat, akurat, dan sesuai prosedur yang berlaku.

Tanggung jawab purchasing antara lain:

  • Menerima dan memproses permintaan pembelian (Purchase Requisition) dari berbagai departemen.
  • Menerbitkan Purchase Order (PO) secara tepat dan sesuai kebutuhan.
  • Berkoordinasi dengan vendor untuk pengiriman barang atau jasa tepat waktu.
  • Memeriksa dan menerima barang/jasa yang masuk untuk memastikan kesesuaian dengan pesanan.
  • Mengelola dokumen transaksi, seperti PO, Delivery Order (DO), dan invoice, agar sesuai dan lengkap.
  • Memastikan proses pembayaran kepada vendor berjalan lancar tanpa hambatan.

Purchasing bertindak sebagai penghubung administratif yang menjaga kelancaran operasional tanpa perlu terlibat dalam pengambilan keputusan strategis.

Kesimpulan

Procurement dan purchasing merupakan dua fungsi penting dalam proses pengadaan barang dan jasa, namun memiliki tujuan, cakupan, dan peran yang berbeda secara mendasar. Procurement berfokus pada aspek strategis yang mencakup perencanaan jangka panjang, manajemen risiko, evaluasi vendor, serta negosiasi kontrak untuk menciptakan nilai dan efisiensi maksimal bagi organisasi. Proses procurement melibatkan banyak divisi dan membutuhkan kompetensi analitis, negosiasi, serta pemahaman mendalam terhadap regulasi pengadaan.

Sebaliknya, purchasing lebih menitikberatkan pada pelaksanaan operasional pengadaan yang bersifat administratif dan rutin. Fungsi purchasing adalah memastikan kelancaran transaksi pembelian dengan cara mengelola permintaan pembelian, penerbitan purchase order, pengiriman, penerimaan barang, hingga pembayaran vendor. Kompetensi yang dibutuhkan purchasing lebih fokus pada ketelitian administratif, pengelolaan dokumen, dan komunikasi efektif.

Memahami perbedaan ini sangat penting bagi organisasi agar dapat menempatkan sumber daya manusia secara tepat, mengoptimalkan proses pengadaan, serta menghindari tumpang tindih tugas yang dapat menimbulkan inefisiensi. Dengan pembagian peran yang jelas antara procurement dan purchasing, organisasi dapat mengelola pengadaan secara lebih profesional dan berkelanjutan.

Singkatnya, procurement berperan sebagai “arsitek” yang merancang dan mengelola strategi pengadaan, sedangkan purchasing bertindak sebagai “pelaksana” yang menjalankan proses transaksi secara efisien dan sesuai prosedur. Keduanya saling melengkapi untuk mendukung tujuan utama organisasi dalam mendapatkan barang dan jasa yang tepat, dengan biaya optimal dan risiko terkendali.